Tuesday 28 July 2015

UCAPAN TERIMAKASIH

         Sekarang izinkanlah saya untuk menyampaikan terimakasih kepada Institut Injil Indonesia yang telah memberikan hukuman atas pelanggaran yang saya lakukan. Sehingga, satu tahun masa skorsing tersebut dapat bermianfaat bagi saya sebagai masa koreksi dan perbaikan diri. Lebih daripada itu, banyak kesempatan untuk saya menambah pengalaman pelayanan; baik dalam gereja maupun diluar gereja. Bahkan, untuk menulis buku ini. Mungkin saja, kesempatan ini tidak akan saya dapatkan seandainya saya lolos dari hukuman tersebut.
          Saya berterimakasih juga kepada Ibu.Erni Takaliuang yang senantiasa memberikan kekuatan kepada saya ketika mengalami masa berat dalam pembentukan. Tidak hanya itu, beliau telah memotivasi saya untuk menjadi hamba Tuhan yang berkarya dan setia dalam pelayanan. Untuk teman-teman yang pernah hidup ber-asrama dengan saya di I-3, terlebih kepada teman-teman Dikaiosune Class yang dengan setia menemani saya dalam pembentukan dikelas secara khusus dan saat ini berada di berbagai tempat di Indonesia untuk melayani Tuhan. Keduanya telah memberikan banyak pengalaman yang menjadi pembelajaran untuk saya menjadi lebih dewasa lagi. Tidak lupa juga kepada adik-adik permuridan saya Vedde, Billy, Fernando dan Kerisman yang tidak pernah lupa memberikan dukungan dan doa. Untuk adik-adik saya Iin, Kley, Armando, Tya dan sahabat saya Anes, Indra dan Noved. Terlebih untuk Iin sang pustakawan yang telah menolong mencarikan buku-buku referensi untuk saya.
         Selanjutnya saya berterimakasih juga kepada setiap orang, persekutuan, radio, sekolah, universitas, yayasan, instansi-intansi pemerintah dan perusahaan yang pernah saya layani serta menjadi tempat untuk saya meneliti dan menguji materi tulisan saya. Sehingga, dari pengamatan tersebut banyak bahan yang saya peroleh untuk menuliskan karya ini, demi pertumbuhan rohani kita bersama. Terkhusus saya megucapkan banyak terimakasih kepada YPPIIB jayapura yang menjadi tempat pelayanan saya selama praktek satu tahun, GBI Altar Tabernakel Glow Fellowship Network Batam, Bitung dan Tomohon yang menjadi tempat pelayanan saya selama masa skorsing setahun.  Terutama kepada anggota SDK saya di Perum Valencia, Bida Asri I dan II, Batuaji, persekutuan wanita bijak dan pria diberkati di Batam. Tak lupa juga saya berterimakasih kepada Pdt. Dr. Herby Pelealu yang telah dengan senang hati menerima saya melayani di gerejanya sekalipun beliau tahu cacat moral yang saya miliki di I-3. Selain itu, beliau juga berbaik hati untuk memindahkan saya pelayanan di Tomohon dengan tujuan menambah pengalaman saya dalam hal bercocok tanam dan membangun rumah Tuhan. Pengalaman tersebut sangatlah berharga bagi saya. Selain itu, karena banyaknya waktu kosong yang saya miliki, pada akhirnya memicu minat saya untuk mengerjakan buku ini.
         Tak lupa juga saya berterimakasih kepada Bpk. Ev. Bertolens Am Abi dan Ibu Perida yang telah mementori saya selama enam bulan di Tomohon. Banyak teladan yang saya dapatkan antara lain dalam hal berkotbah, menulis buku, bercocok tanam, beternak, bekerja bangunan dan mebel. Terlebih lagi telah memasakkan saya selama enam bulan ini. Salam sayang untuk si Cie bot (Patricia Am Abi) yang selalu mengganggu saya dalam pengerjaan buku ini, tapi justru menambah kebahagian karena cerianya dapat mengusir kesunyian kompleks tempat saya tinggal. Tak lupa juga untuk Pak. Alex dan ibu selaku gembala di Bitung yang memberikan kepada saya kesempatan berkali-kali untuk saya menyampaikan materi ini kepada jemaat Tuhan di sana.
         Saya berterimakasih kepada om Wim, om Yance, om Ari, om Che, om Kribo, om Nes, om Ian, om Tating, om. Alter, om. Andi yang telah membangun Aula gereja di Tomohon dan telah mengajarkan bahasa daerah Pinaras kepada saya yaitu bahasa Tombuluk, serta menjadi teman saya bercanda selama bekerja disana. Juga untuk om. Edwin, om. Manik dan Leo, yang turut ambil andil dalam pembangunan gereja, terkhusus dalam membuat atap gereja. Satu lagi, terimakasih kepada kak Rian dan Citra yang sudah mengajari Ba Kanvas.
         Saya berterimakasih untuk keluarga besar saya di Kediri. Anggota Jemaat GTDI Anugerah di desa Gadungan Kec. Wates, secara keseluruhan yang selalu mendoakan saya sejak kecil dan merupakan tempat pertama pembentukan saya sebagai hamba Tuhan. banyak pengalaman yang saya dapat dan banyak kekuatan yang saya peroleh dari sana. Terimakasih juga kepada keluarga tercinta Mbah Sumini, Pakde Agus dan Budhe Tri, Om Kris, Paklik Antok dan Bulik Indah, Mas Hendra, Mas Ivan, Gaby, Nadine, Yosua dan Putri. Saya juga ingin memberikan penghargaan yang tinggi untuk kedua adik saya Bagus dan Titus yang selalu membuat saya rindu untuk pulang dan jalan-jalan bersama.
         Terimakasih juga kepada teman dekat saya, yang saya kasihi dan mengasihi saya serta selalu ada untuk saya baik saat senang maupun sedih, yang selalu memberikan dukungan untuk penulisan buku ini dan selalu percaya bahwa hidup saya bisa menjadi lebih baik. Terutama memberikan motivasi, inspirasi dan kado ulang tahun terindah yaitu “pesan untuk melakukan apa yang salah tulis.” Selanjutnya terimakasih yang tak terukur kepada orang tua, mentor, motivator, konselor, pasture, dan sekaligus sahabat yang selalu ada untuk saya yaitu ayah saya Pdt. Filipus Budi Hari dan ibu saya Pdt. Pirwardani yang selalu ada untuk saya dan mengasihi saya dengan kasih tanpa syarat dan tanpa Batas.
         Pada akhirnya saya dapat menghela nafas lega, karena kesalahan saya telah tertebus dengan terbitnya buku ini. tak dapat dipungkiri bahwa hadirnya buku ini terlebih dahulu menguliti kebusukan saya dan kebobrokan hidup saya. Hidup yang tidak sesuai dengan tujuan Ilahi Sang Pencipta; Hidup yang dipenuhi kebusukan dan kejijikan, yang membuat lingkungan saya tercemar; Hidup yang tak berbuah dan membuat orang tidak menikmati hidup rohani saya. Oleh karena itu, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menerapkan apa yang saya tulis, dan besar harapan saya bagi anda sekalian untuk berkerinduan sama dengan saya. Tuhan Yesus memberkati.          


                                    Tomohon, 14 Juli 2015 



Louis Budi Prasetyo,

metode penulisan

         Saya akan berusaha memaparkan maksud Firman Tuhan ini dengan baik, disertai dengan beberapa kasus nyata yang pernah terjadi di dunia ini. Jangan heran, jika dalam beberapa bagian pada tulisan ini saya mengutip dari media massa yang meliput kejadian nyata di sekitar kita. Metode ini didasarkan pada keyakinan saya yang berkata,”belajarlah mulai dari hal terkecil di sekitar anda, maka anda akan menjadi bijak.” Selain itu, saya juga setuju dengan dosen Hermeneutik saya yang berkata,”Taruhlah Alkitab di tangan kanan, dan koran di tangan kiri Anda.” Artinya relevansikan kebenaran Firman Tuhan itu ke zaman sekarang supaya orang mudah memahaminya.
         Saya juga akan berusaha semudah mungkin menjelaskan maksud dari prinsip-prinsip Kristiani yang terdapat dalam Alkitab. Saya tidak ingin ketika anda membaca buku ini, justru anda terperangkap kedalam hutan belantara yang membingungkan, sehingga kebenaran yang hakiki itu tidak anda pahami apalagi melakukannya. Saya setuju dengan Paulus yang berkata,”Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.”
         Saya sangat antusias akan begitu pentingnya menuliskan karya mengenai kehidupan Kristen yang bertumbuh dengan judul “Pribadi yang Berkualitas” yang mana, melalui penulisan ini saya berharap orang percaya tidak terkungkung dalam kehidupan Kristen yang busuk dan gelap; yang tidak berguna bagi Allah dan sesama ataupun justru menjadi batu sandungan dan meracuni hidup bagi orang lain. Setidaknya, sekalipun kita sudah diselamatkan oleh darah Kristus, bukan berarti kita dapat menggunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk berbuat dosa melainkan justru kesempatan untuk memuliakan Tuhan melalui kehidupan kita dengan mengerjakan keselamatan itu. Dengan demikian, maka kita akan mampu meninggalkan kehidupan kita yang busuk, penuh lalat dan tidak disukai oleh sesama terlebih Tuhan. Setelah itu, kita akan menghasilkan buah yang dapat dinikmati dan memiliki dampak bagi kehidupan orang lain untuk berbuah juga.
         Lebih daripada itu, saya menulis buku ini karena dorongan dalam hati nurani saya yang paling dalam, merasa tidak nyaman. Oleh karena, belum maksimal dalam menyampaikan Firman Tuhan di beberapa tempat yang pernah saya layani seperti halnya di Batu, Kediri, Jayapura, Batam dan Manado. Pelayanan saya yang masih berpindah-pindah seringkali membuat materi yang saya sampaikan terputus. Mudah-mudahan melalui buku ini mata rantai yang terputus tersebut dapat terlengkapi dan membuat jemaat semakin dewasa dalam iman. 

prakata

PRAKATA
 “Seringkali, ketika orang belum percaya mulai tertarik kepada ajaran Kristus. Justru mereka terhalang dengan kehidupan orang Kristen yang tidak benar, tidak menghasilkan buah roh dan berbau busuk.”

         Berbuah merupakan bagian yang sangat penting dalam perkebunan. Seseorang yang menanam  pohon mangga pastilah menantikan buahnya bermunculan supaya dapat menikmatinya atau dijual untuk menghasilkan keuntungan. Sehingga, orang lain pun menikmatinya. Pertanyaan saya, jika saja pohon mangga yang anda tanam tidak menghasilkan buah, apakah yang akan anda lakukan? Mungkin anda akan menjawab, “saya biarkan saja, supaya membuat rumah saya sejuk dan rindang.” Jika jawaban anda seperti ini, maka pohon itu akan membuat halaman rumah anda kotor oleh daun keringnya atau setidaknya ulat-ulat dari pohon itu akan masuk rumah dan membuat anak-anak perempuan anda berteriak-teriak karena jijik. Saya rasa tidak ada gunanya. Mungkin juga, anda akan menjawab, “pohon itu akan saya potong karena hanya membuat kotor halaman saya, lebih baik kayunya dipakai untuk meja atau lemari.” Jawaban anda benar, setidaknya pohon itu masih menghasilkan keuntungan bagi anda. Tapi intinya, jika saja pohon mangga yang kita tanam tidak menghasilkan buah maka rasa kecewa ataupun kejengkelan timbul dalam hati. Pohon yang seharusnya berbuah tetapi tidak menghasilkan buah, tidaklah berkualitas dan tidak ada gunanya selain di tebang.
         Pada suatu pagi yang indah, saat melakukan perjalanan ke kota, Yesus merasa sangat lapar. Ia melihat pohon ara di pinggir jalan. Lalu, berjalan menuju pohon itu dan berusaha mencari-cari buah dari pohon ara tersebut. Tetapi, tidak satupun didapati-Nya, selain dedaunan saja. Melihat hal itu, Yesus berkata, “Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya.” Seketika itu juga, pohon itu menjadi kering. Kisah ini menunjukan bahwa Yesus tidak menyukai pohon yang seharusnya berbuah tapi tidak berbuah (lih. Matius 21:18-22). Demikian tentunya semua orang, juga tidak menyukai pohon buah yang tidak berbuah.
         Ketika saya masih meniti pendidikan di Institut Injil Indonesia, Batu Malang. Saya sangat suka mengamati pohon klengkeng disebelah rumah dosen. Tepatnya di samping ruang makan dan ruang belajar kampus kami, yaitu Kantate. Pada musimnya, pohon itu selalu berbuah lebat dan terasa sangat manis untuk di nikmati. Tetapi, kami sangat segan mengambil untuk memakannya. Alih-alih, kami mencoba menunggu pohon klengkeng di samping ruang doa, tepatnya disamping kamar mandi ruang doa. Disitu terdapat satu pohon klengkeng yang besar dan kelihatan bertumbuh dengan sehat. Beberapa bulan kami menunggu buahnya, tetapi tidak satupun muncul, sekalipun pada musimnya. Satu tahun kemudian, buahnya tetap tidak muncul juga. Bahkan sampai saya pergi dari kampus tersebut, pohon klengkeng itu tetaplah pohon klengkeng yang tidak pernah menghasilkan buah. Dengan kata lain, pohon buah tersebut tidak berkualitas dan tidak berguna selain di tebang lalu dibakar.
         Sekali lagi saya katakan bahwa berbuah merupakan aspek yang sangat penting, tidak hanya mengenai pohon ataupun tanaman buah saja, melainkan juga sangat penting bagi orang percaya, seperti apa yang diungkapkan oleh Paulus dalam Roma 7:4, Sebab itu, saudara-saudaraku, kamu juga telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus, supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, agar kita berbuah bagi Allah. Dalam ayat ini, Paulus sangatlah mengharapkan supaya kita sebagai orang yang telah ditebus Kristus dan telah menjadi milik-Nya dapat berbuah bagi Allah. Bukan justru mandul atau tidak menghasilkan buah bagi Allah.
         Sejarah menunjukkan bahwa Bangsa Israel pernah mengalami kemandulan rohani, seperti yang tercatat dalam Hosea 9:10, yang mana Allah berkata, Seperti buah-buah anggur di padang gurun Aku mendapati Israel dahulu; seperti buah sulung sebagai hasil pertama pohon ara Aku melihat nenek moyangmu. Perkataan ini, Tuhan sampaikan untuk memuji kehidupan iman Israel mula-mula yang taat dan berbuah bagi Allah. Seperti yang dilakukan pada zaman Yosua.
         Kala itu Yosua melepas bangsa itu pergi ketempat yang telah ditetapkan bagi mereka diwilayah masing-masing sesuai dengan pembagian tanah yang dilakukan oleh Musa. Karena mereka telah berhasil menghalau orang Kanaan dari daerah mereka. Dalam perjalan hidup di tanah tersebut, Israel menundukan diri kepada Allah mereka; beribadah kepada TUHAN sepanjang zaman Yosua dan sepanjang zaman para tua-tua yang hidup lebih lama dari pada Yosua, dan yang telah melihat segenap pebuatan  yang besar, yang dilakukan Tuhan bagi orang Israel. Melalui kisah tersebut, dapat dilihat betapa Israel berbuah dan Tuhan sangat menyukainya ketaatan mereka. Tetapi masa transisi terburuk dalam sejarah Israel adalah ketika Yosua bin Nun hamba Tuhan itu, mati pada umur seratus sepuluh Tahun (Hakim-hakim 2:8). Seketika itu juga muncul angkatan yang tidak mengenal Tuhan dan perbuatan tanganNya. Mereka meninggalkan Tuhan dan mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati Tuhan. Demikianlah mereka meninggalkan Tuhan dan beribadah kepada Baal dan para Asytoret (Hakim-hakim 2:10-13).
         Setelah titik ini, maka Israel menjadi mandul dan kehilangan buahnya. Kualitas yang dulunya mereka miliki telah hilang. Oleh karena itu, dalam Hosea 9:10b  tercatat demikian, “Tetapi mereka itu telah pergi kepada Baal-Peor dan telah membaktikan diri kepada dewa keaiban, sehingga mereka menjadi kejijikan sama seperti apa yang mereka cintai itu.” Jelaslah bahwa Israel yang dahulu berbuah banyak menjadi Israel yang tidak berbuah dan menjadi kejijikan bagi Allah. Kata ”kejijikan” ini saya akan menganalogikanya seperti buah yang berbau tidak enak, dipenuhi oleh ulat dan dikerumuni lalat-lalat yang membuat orang tidak menyukainya terlebih memakannya. Inilah buah yang busuk yang tidak disukai. Seperti halnya kehidupan Israel yang busuk dan tidak disukai oleh Tuhan. Kebusukan-kebusukan semacam inilah yang saat ini melapisi setiap persendian hidup orang percaya.
         Kita semua tahu bahwa pergumulah hidup orang percaya dewasa ini adalah bagaimana mereka dapat menghasilkan buah yang manis, sedangkan lingkungan tidak mendukung untuk menghasilkan buah tersebut. Saya mengambil contoh dari salah satu tempat yang merupakan penghasil minuman beralcohol dari pohon Aren. Ketika saya berbincang-bincang dengan salah satu orang yang kemungkinan berumur 59 tahun, Ia mengutarakan bahwa pekerjaannya adalah kuli bangunan. Pekerjaan ini sudah ditekuninya selama bepuluh-puluh tahun. Selain itu, ia memiliki usaha sampingan yang menurutnya sangat menyenangkan, karena mendapatkan hasil yang relatife memuaskan. Bahkan dalam tempo 1 minggu bisa mencapai penghasilan 400 ribu, sekalipun tidak terlalu berat dan meyita waktu. Pekerjaan tersebut adalah membuat “cap tikus”. Produk tersebut adalah minuman keras yang terbuat dari pohon aren dan memiliki nilai alkohol mencapai 40-70 %.[1] Jika saja dikonsumsi manusia, sekalipun hanya sedikit, pasti akan berakibat kepada kemabukan yang sangat berat, bahkan minuman ini disebut-sebut sebagai pembunuh nomor satu di Minahasa.[2] Jika ditelaah lebih dalam, daerah tersebut merupakan kantong Kristen, melainkan kehidupannya tidak mencerminkan kehidupan berdasarkan Firman Tuhan. Inilah yang saya maksudkan bahwa orang percaya saat ini tidak mampu menghasilkan buah karena lingkungan tidak mendukung untuk berbuah. 
          Keprihatinan ini yang selalu menggeliat dibenak saya dan mungkin saja dibenak anda juga. Entah apa penyebabnya tetapi yang pasti orang percaya saat ini banyak yang tidak dapat menghasilkan buah seperti yang diharapkan Tuhan Yesus. Kemungkinan besar disebabkan oleh kehidupan orang percaya pada zona yang nyaman. Artinya begini, jika saja lingkungan menganggap salah bagi orang yang memproduksi cap tikus, maka orang yang memproduksi cap tikus akan merasa hidupnya tidak tenang dalam menggeluti pekerjaan itu. Permasalahannya, lingkungan telah mengganggap benar seseorang yang memproduksi cap tikus. Maka, terang saja produsen merasa nyaman akan hal itu. Inilah yang dinamakan kesalahan yang dilakukan secara terus-menerus akan menjadi kebenaran”.
         Sisi kehidupan di kota lain pun tidak jauh berbeda, mereka terikat dengan percabulan, bahkan tidak sedikit yang memiliki kelainan seksual seperti lesbian, sekalipun rajin mengikuti ibadah pemuda ataupun ibadah minggu. Di samping itu, Salah seorang teman saya bercerita bahwa ketika berulang tahun, ia mengadakan syukuran di depan rumahnya dengan menyewa tenda, dan keyboard tunggal. Tidak hanya itu, ia pun membeli minuman keras sebagai pendamping pesta tersebut. Alhasil, pesta tersebut berakhir ricuh, disertai perkelahian. Hal yang paling menyedihkan adalah semua yang hadir pada  pesta tersebut merupakan orang Kristen, sedangkan tetangga sekitar adalah orang Muslim. Jika demikian adanya maka akan berakibat kepada tumpulnya pemberitaan Firman kepada orang tidak percaya. Dengan kata lain, orang yang belum mengenal Tuhan menjadi tidak tertarik dengan kehidupan Kristen yang terkesan tidak benar dan busuk.
         Mahatma Gandi pernah kecewa dengan kekristenan karena hal ini. Suatu hari ketika ia bekerja sebagai pengacara di Afrika Selatan. Ia sangat tertarik dengan ajaran Kristus, sehingga mempelajarinya dan mempertimbangkan untuk mengikut Kristus dengan memilih salah satu gereja di kota tersebut. Ketika ia mulai melangkahkan kaki untuk masuk kedalam gereja, salah seorang penerima tamu yang berkulit putih menghalanginya dan menanyainya dengan kasar, “mau kemana kamu orang kafir?” dengan lembut Gandhi menjawab, “saya ingin mengikuti ibadah di tempat ini.” Seketika ia diusir dengan nada yang tinggi, “enyah sajalah engkau dari sini, tidak ada tempat bagi orang kafir disini. Pergi sendiri atau aku menyuruh orang untuk melemparmu keluar?” Tindakan tersebut mengakibatkan Gandhi enggan untuk mengikut Kristus. Pelayan Tuhan yang seharusnya mewakili sifat Kristus, ternyata tidak memiliki kasih seperti Kristus. Oleh sebab itu, ia menyatakan statement berikut ketika ditanyai mengapa Gandhi menolak Kristus: "Saya tidak pernah menolak Kristus. Saya suka Kristus Anda. Tapi saya tidak suka dengan orang Kristen Anda." Mungkin hal tersebut pun terjadi di kantong Kristen, ketika orang belum percaya mulai tertarik kepada ajaran Kristus, justru mereka terhalang dengan kehidupan orang Kristen yang busuk.
         Saya tidak bermaksud menyalahkan atau menyudutkan kota tertentu saja, namun maksud saya hanya ingin mengangkatnya sebagai sample dari kantong-kantong Kristen saat ini yang jika diungkapkan secara jujur, memang secara kuantitas sangatlah baik, namun secara kualitas kerohanian sudah terpuruk. Antara lain daerah Manado, Papua, Ambon, Medan, NTT, dan kota-kota lainnya, yang sekalipun Kristen, namun kehidupan kegelapan masih menyelimuti daerah tersebut. Tidak dapat dipungkiri, bahwa fenomena ini terjadi akibat dari gereja yang lebih mementingkan kuantitas ketimbang kualitas umat. Gereja sibuk untuk mempercantik gereja dan mempromosikannya kepada umat dengan tawaran fasilitas-fasilitas yang modern; pendeta saling tuding dan bermusuhan dengan masalah saling mencuri domba; gereja-gereja sibuk mengadakan kkr dengan dana puluhan juta demi hadirnya umat yang banyak dan lebih banyak lagi dari sebelumnya; penginjilan-penginjilan tanpa follow up, Dsb. Hal itu baik, tetapi jika saja kualitas umat harus dikesampingkan, saya rasa ini tidak benar. Jika demikian, gereja harus secepatnya berbenah dan memikirkan kualitas umatya.
         Terlebih dari itu, sesungguhnya saya ingin katakan jujur bahwa buku ini juga muncul dari pergumulan saya selama masa skorsing satu tahun yang diakibatkan oleh ketidaktaatan saya terhadap lembaga. Saya menyadari bahwa selama pembentukan di Institut Injil Indonesia yang saya hormati, begitu banyak perbuatan saya yang tidak menghasilkan buah yang manis untuk dinikmati orang yang disekitar saya. banyak dari perbuatan saya yang justru busuk dan membuat orang lain tidak suka kepada saya. Mereka justru tersandung oleh tingkah laku saya dan kemudian mulai menjauhi saya. Saya ingin meninggalkan kebusukan tersebut dan rindu sebuah perubahan yang signifikan, sehingga menjadi pribadi yang berkualitas yang disukai oleh sesama terutama oleh Tuhan. Seperti halnya Samuel yang bertumbuh menjadi seorang yang disukai oleh Tuhan dan manusia (1 Samuel 2:26,”tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia.”)
         Analogi yang tepat untuk menggambarkan perubahan ini adalah methamorfosis ulat menjadi kupu-kupu. Sebagian besar orang jijik ketika melihat ulat, selain bentuknya yang menjijikan, ulat pun selalu membuat tanaman yang dihinggapi menjadi rusak dan busuk. Berbeda dengan kupu-kupu, yang banyak di sukai orang. Selain bentuknya yang indah. Kupu-kupu pun membuat tanaman yang dihinggapinya menjadi berbunga indah. Tapi jangan kuatir, karena ulat yang buruk rupa, bisa berubah menjadi kupu-kupu yang indah. inilah transformasi. Kita pun demikian, kehidupan kita yang busuk pun bisa berubah menjadi kehidupan yang berkualitas dengan cara methamorfosis, menanggalkan kebusukan, lalu, mengenakan tubuh baru, tubuh yang indah, tubuh yang telah diperbaharui oleh Roh Kudus.
         Methamorpfosis inilah yang di sampaikan oleh Paulus bagi jemaat di Roma dengan berkata, ”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Adapun dua kata yang ia pakai untuk membandingkan perubahan tersebut: Pertama, Menjadi serupa dengan dunia ini. Kata menjadi serupa berasal dari bahasa Yunani Susxematitsestai yang berasal dari kata dasar skeuma yang secara literal berarti bentuk fisik manusia atau lapisan luar dari manusia. Namun, maksud Paulus dalam konteks ini adalah perubahan diri dengan menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Sederhananya adalah kelihatan berubah tetapi sesungguhnya tidak berubah. Yesus sering memakai istilah munafik untuk menjelaskan hal ini Mat 23:1-36. Kemunafikan itu juga pernah dilakukan Petrus dan Barnabas (Gal 2:13). Analogi yang tepat untuk menjelaskan perubahan seperti dunia ini adalah “bunglon” yang berubah warna sesuai dengan tempatnyam padahal perubahan itu sementara saja. Perubahan jenis inilah yang dilarang oleh Paulus dengan kata μὴ (me) yang artinya “jangan” atau tidak boleh melakukan perubahan yang bersifat sementara saja.
         Kedua, berubahlah oleh pembaharuan budimu kata berubah berasal dari bahasa Yunani metamorphoustai, kata morphe bukan berati hanya bentuk fisik tetapi suatu bentuk atau unsur atau pokok yang tidak berubah-ubah. Perbedaan mendasar antara Skeuma dan Morphe ialah Skeuma merupakan bentuk fisik seseorang yang tidak sama ketika ia bayi dan ketika dewasa, tetapi morphe merupakan pribadi seseorang yang sama ketika ia bayi dan ketika dewasa. Memang perubahan yang kedua ini merupakan perubahan yang total baik luar maupun dalam seseorang. Ditambah lagi dengan kata pembaharuan Anakainosei yang berarti berubah menurut hakekat dan sifatnya. Berbeda dengan perubahan Neos yang berarti berubah waktu. Paulus mengalami perubahan tersebut ketika sebelumnya ia adalah pembunuh tetapi berubah (morphe) menjadi orang yang tidak pernah membunuh lagi (Kis 9:1-19). Jadi, Paulus mengharapkan perubahan yang dialami oleh orang percaya adalah perubahan permanent bukan temporer. Bukan seperti Bunglon yang berubah-ubah seperti tempat yang dihinggapinya.  Melainkan, seperti kupu-kupu yang sudah tidak bisa kembali lagi menjadi ulat. Inilah perubahan menjadi pribadi yang berkualitas. Pribadi yang paling disukai dan diinginkan.
         Analoginya seperti ini, seandainya anda membeli Charger laptop, manakah yang anda pilih? Barang imitasi yang hanya mampu bertahan 3 bulan saja karena murahnya atau barang original yang mampu bertahan lama karena kualitasnya? Tentunya, anda akan memilih yang berkualitas, bukan? Demikianlah kehidupan kita, ketika telah menjadi pribadi yang berkualitas, maka kita akan menjadi pribadi yang disukai oleh sesama kita, dan Tuhan kita pun akan disukai juga.
         Demikianlah kerinduan saya yang paling dalam. Saya tidak tahu apakah pergumulan ini juga menjadi pergumulan anda. Apakah teman anda juga meninggalkan anda? Atau rekan-rekan anda merasa tidak nyaman bersama dengan anda dan mulai meninggalkan anda? Atau anda juga mengamati bahwa kekristenan sekarang telah menjadi buah yang berbau busuk bagi orang belum percaya sehingga mereka tidak tertarik kepada Tuhan Yesus kita? Tetapi yang pasti, jika saja kebusukan ini terus menerus terjadi, maka tidak menutup kemungkinan kekristenan akan kehilangan generasi, dan muncul angkatan yang hidup tidak mengenal Tuhan, karena generasi baru tersebut tidak menikmati buah dari generasi sebelumya.
         Berdasarkan beberapa masalah diatas, jelaslah bahwa tidak ada jalan lain untuk menjadi cerminan Kristus, selain menanggalkan kebusukan dalam diri kita yang terdiri dari percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Selanjutnya, saya meyakini bahwa berbuah dalam roh dengan cara merenungkan dan melakukan Firman Tuhan; Berdoa dan belajar dari pengalaman/sejarahlah adalah solusinya. Dengan demikian, kita akan menjadi pribadi yang berkualitas. Oleh karenanya, saya akan memberikan solusi terhadap masalah ini, berdasarkan Galatia 5:22-23, “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,  kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”


          [1] Theminahasa.net/Saguer-dan-Cap-Tikus.html
          [2] Kompasiana.com/21/05/13/Cap-Tikus-Minuman-Ciptaan-Dewa,-Pembunuh-Nomor-Satu-di-Sulut,-Karena-Itu-Brenti-Jo-Bagate.html

Sunday 26 July 2015

Pribadi yang Berkualitas


"Saya tidak pernah menolak Kristus. Saya suka Kristus Anda. Tapi saya tidak suka dengan orang Kristen Anda." ujar Mahatma Ghandi. Ucapan tersebut, sangatlah pantas untuk mewakili pendapat kalayak umum terhadap wajah kekristenan dewasa ini. Sebab, kehidupan orang Kristen yang seharusnya berbau harum, malahan berbau busuk. Lantaran, terkungkung dalam kehidupan berdosa, seperti: Perselingkuhan, kumpul kebo, percabulan, kecemaran, hawa nafsu, pembunuhan, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, pertikaian, perpecahan, kebencian, kegeraman, iri hati, ambisius, kedengkian, kecanduan, kemabukan, pesta pora, pelit, kikir, arogan, permusuhan, keputusasaan, homoseksual, pemerasan, korupsi, serakah, rakus, dan dosa lainnya.

Lalu, mungkinkah orang yang belum percaya akan suka kepada Kristus, jika pengikutnya memiliki kehidupan yang bobrok? Inilah mengapa seringkali, ketika orang belum percaya mulai tertarik kepada ajaran Kristus. Justru mereka terhalang dengan orang Kristen yang tidak hidup seperti Kristus. Tidak dapat dipungkiri bahwa gereja saat ini lebih mementingkan kuantitas ketimbang kualitas umat. Padahal, kekristenan akan sangat disukai, jika kuantitas umat, di barengi dengan kualitas yang mumpuni.

Menjawab pergumulan tersebut, buku ini akan membawa anda menjadi pribadi yang berkualitas. Seperti Samuel muda yang semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia. Dengan demikian, kehidupan kita akan menghantarkan orang yang belum percaya menuju iman yang benar di dalam Kristus.

Selain itu, buku ini juga tepat sebagai pendamping hidup anda dalam segala bidang yang anda lakukan, antara lain: kehidupan social, pekerjaan, pendidikan, kepemimpinan, kekeluargaan, dan sebagainya. Serta memberikan solusi untuk hati yang tersaikiti dan di penuhi kebencian; pergaulan yang rusak; teman-teman yang menjauh; orang-orang yang memandang sebelah mata; pekerjaan yang terpuruk; pendidikan yang mengalami kegagalan; jodoh yang gelap; masa depan yang suram; dan segala sesuatunya yang gagal.
anda dapat mendapatkan buku tersebut dengan cara menghubungi:
1. facebook : Louis Prasetyo
2. Twiter     : Louis Prasetyo
3. Email      : louisprasetyo7@gmail.com
4. No. Hp    : 082330061471